Selasa, 07 Februari 2012

Dive Story : Hidden Paradise of Gorontalo



Kota Gorontalo, menjadi tujuan saya kali ini untuk melakukan penyelaman. Bahkan saya dan teman – teman sudah mempersiapkan ( baca : mengajukan cuti, beli tiket pesawat ) sejak bulan September. Yap, 2 bulan sebelum kita berangkat ( Dive Trip ke Gorontalo ini dilakukan pada tanggal 19 – 22 November 2011 – penulis ).
Bergerak dari Jakarta menggunakan pesawat paling pagi ( jam 5.00 WIB ), kami pun mendarat dengan mulus di bandara Djalaludin Gorontalo pada pukul 11.00 WITA. Bentangan laut warna biru, dan danau Limboto yang dijepit oleh bukit – bukit menjadi pemandangan kami sebelum mendarat. Dari atas pesawat pula, kami sempat mengamati, bahwa jarang ada pantai berpasir di kota Gorontalo. Daratannya kebanyakan berbentuk tebing yang berbatasan langsung dengan laut.
Sebagai tambahan pengetahuan, Kota Gorontalo merupakan ibukota propinsi ke 32 di Indonesia dimana provinsi Gorontalo sendiri terbentuk mulai 22 Desember 2000. Jika Aceh dikenal sebagai Serambi Mekah, maka kota ini juga dikenal sebagai Serambi Madinah. Selain kota Gorontalo sebagai ibukota, di provinsi Gorontalo terdapat 5 kabupaten yaitu Boalemo, Bone Bolango, Gorontalo, Gorontalo Utara, dan Pohuwato.
Selepas dari bandara Djalaludin yang terletak di Kabupaten Gorontalo, kami langsung menuju ke arah Kota Gorontalo. Kami sempatkan mampir di pasar Limboto untuk makan siang dengan menu spesial, yaitu Ayam Iloni. Ayam Iloni ini mirip seperti ayam bakar biasa yang dilumuri oleh sambal/bumbu rica-rica, tapi pedesnya minta ampun. Ketika kita pesan ayam Iloni ini, yang disajikan selain ayam itu sendiri adalah semangkuk kecil sup, sebungkus sagu, sedikit sayuran dan nasi.
Setelah makan siang yang lebih mirip olahraga karena keringetan, kami melanjutkan kembali menuju kota Gorontalo. Tanpa mampir untuk makan siang, menurut driver kami ( Om Ju ) perjalanan dari bandara menuju kota sekitar 45 – 60 menit menggunakan mobil. Sepanjang perjalanan menuju kota ini, kami melihat kendaraan umum yang disebut bentor ( becak motor ), yaitu sepeda motor yang bagian depannya dimodofikasi seperti becak. Bentor ini digunakan untuk berbagai macam kebutuhan, dari angkutan umum, kendaraan keluarga hinggal berjualan. Bentor lebih laku daripada angkutan umum seperti angkot, karenanya disini jumlah bentor lebih banyak daripada angkot. Sistem pembayarannya bukan seperti ojek atau bajaj, tapi bayar per orang per tujuan. Kalau dalam kota antara 3000 – 5000 per orang. Bentor sendiri bisa memuat 5 orang sekali jalan, 3 atau 4 orang di depan dan 1 orang lagi di bonceng di belakang supir.
Sesampainya di hotel ( Grans City Extra ), kami langsung check in dan kemudian membongkar peralatan menyelam. Tanpa berlama – lama, kami langsung menuju pelabuhan Gorontalo yang terletak sekitar 10 menit dari hotel untuk melakukan check dive.
Check dive kami dilakukan di site yang bernama Muka Kampung. Dive site ini berupa slope dan muck. Cukuplah buat dive pemanasan sebelum dive yang sebenarnya besok, pikir saya. Di dive site ini, kami menemukan beberapa fauna – fauna yang menarik, dari porcelain crab di atas anemon, kuda laut yang berserakan hingga mimic octopus, si peniru makhluk laut lain. Yang anehnya, dasar laut di dive site ini berupa lumpur dengan sampah dimana-mana, tetapi terlihat masih ada kehidupan di sela-sela kotoran ini.
Overall, dive site ini sangat lebih dari cukup sebagai tempat check dive kami. Mudah, dan gak bikin kami terlalu lelah mengingat keberangkatan kami ke Gorontalo subuh waktu Jakarta. Menyudahi check dive ini, kami kembali ke hotel untuk mandi terus siap-siap melanjutkan wisata kuliner. Yap... Setiap dive trip kami, selalu ada wisata kuliner di dalamnya.
 Dengan menggunakan bentor dan hanya membayar Rp 3000 per orang, dalam hitungan menit, kami sudah sampai di restoran seafood Golden Fish yang letaknya tidak jauh dari hotel kami, mungkin sekitar 1 – 2 km saja. Kami langsung pesan kepiting, cumi, udang dan ikan yang dimasak berbagai jenis bumbu. Setelah “mengganti” energi yang kami buang untuk penyelaman di hari itu, kami kembali ke hotel. Kali ini bukan hanya untuk istirahat melulu, tapi mengganti waktu tidur kami yang berkurang karena harus berangkat pagi dari Jakarta.
Pada hari kedua, kami langsung menuju ke salah satu dive site terjauh dari kota Gorontalo, namanya Tanjung Kerbau. Lokasinya yg terletak di tenggara kota Gorontalo dan ditempuh 1 jam perjalanan menggunakan kapal. Sesampainya di lokasi dan setelah briefing singkat dari dive master a.k.a guide bernama om Noldy ( yang jauh – jauh di boyong dari Manado ), kami langsung terjun ke air. Begitu turun, om Noldy langsung berenang sendiri menuju sea fan warna merah di kedalaman 30 m. Kemudian dia menunjukkan Pigmy Seahorse seukuran 10 mm yang lagi nongkrong santai di sea fan itu. Ini pertama kali saya melihat dengan mata kepala sendiri binatang unik ini.
Kami melanjutkan penyelaman kami di dive site yang berupa wall ini. Tingkat kejernihan ketika kami menyelam sangatlah bagus. Jarak pandang sekitar 15 – 20 m. Dan sering kita temui berbagai jenis dan ukuran Salvadore Dali sponge yang memang menjadi obyek utama di penyelaman di Gorontalo. Di akhir penyelaman, kami sempat menemukan gua kecil dimana tembus dari kedalaman 3 m menuju ke 15 m.
Selesai dari dive site Tanjung Kerbau, kami langsung menuju dive site bernama Gua Jin ( Jinn Cave ). Letaknya tidak terlalu jauh dari Tanjung Kerbau, hanya sekitar setengah jam kurang perjalanan dari Tanjung Kerbau. Sama seperti Tanjung Kerbau, dive site ini berupa wall. Gua Jin sendiri mendapatkan namanya dari sebuah bentukan celah batu yang seperti gua. Jarak pandang juga sangat bagus, 15 – 20 m.
Dive ketiga kami lakukan di dive site bernama Pulau Tenggelam. Letaknya di depan sebuah kampung yang berjarak sekitar 500 m dari tepi pantai. Sebenarnya bukan benar – benar pulau yang tenggelam, tapi sebuah Atol yang sekarang sudah benar – benar terendam oleh laut. Titik penyelaman ini berbentuk slope. Sayangnya, tingkat kejernihan air berkurang, mungkin jarak pandang hanya maksimal 15 m saja. Karang disini kurang berwarna warni dibandingkan 2 dive site awal.
Hari itu,kegiatan kami ditutup dengan melakukan penyelaman malam hari di dive site yang sama ketika kami melakukan check dive, yaitu Muka Kampung. Star gazer, nudibrang ( nudibranch besar ± 30 cm panjangnya ), ornate ghostpipefish, broad-banded dan yellow-banded pipefish, murray eel yang berserakan, dragonet fish, small pufferfish dan lain – lain termasuk beraneka udang dan kepiting kecil. Kami menyudahi penyelaman selama 80 menit di tempat ini, lebih dikarenakan kedinginan dan kebosanan. Yup, menyelam terlalu lama bisa bikin bosan juga.
Penyelaman di hari kedua ini kami lakukan di bagian barat pantai selatan dari Gorontalo. Yaitu di area Biluhun ( dive site #1 & #2 ) dan Tanjung Pasir. Lokasi ketiga dive site ini berdekatan. Kontur dasar laut di sini pun sama, yaitu bertipe wall. Terutama di Biluhun ( baik #1 maupun #2 ), mempunyai highlight yang sedikit berbeda, yaitu bentuka salvadore dali sponge yang mirip dengan ikan hiu ( berada di dive site Biluhun #2 ) dan saxophone ( Biluhun #1 ). Kedua Salvadore Dali sponge unik ini terletak di kedalaman 17an meter, bertengger dengan indahnya di wall. Untuk Shark Salvadore Dali Sponge, untuk melihat bentukan hiunya, harus dilihat dari bagian bawah. Dan menurut saya, lebih terlihat sebagai paus ( minimal whale shark ) dibandingkan hiu. Sedangkan untuk Saxophone Salvadore Dali, bentuknya sedikit tidak beraturan dan lebih mirip saxophone raksasa yang tergeletak di bagian horisontal di celah dinding. Hari kedua pun berlalu dengan 3 dive di bagian barat pantai selatan Gorontalo. Hari itu pun ditutup dengan makan martabak telor dan sushi tuna ala Gorontalo.
Dive di hari ketiga sekaligus hari terakhir ini kami dedikasikan untuk “jalan – jalan” di wreck. Lokasinya pun sangat dekat dengan pelabuhan ferry Gorontalo, yaitu Tjendrawasih barge Shipwreck ( lokasinya persis di depan pelabuhan ferry ) dan Japanese Cargo Shipwreck ( sekitar 15 menit dari pelabuhan ferry ). Penyelaman pertama kami lakukan di Tjendrawasih Barge Shipwreck, sempat sekitar 5 menit mencari – cari ( di dalam air ) lokasi kapalnya, akhirnya kami bisa melihat ( kebetulan air lagi jernih ) bentuk barge / tongkang yang terguling terbalik dengan sisa – sisa drum hasil percobaan untuk mengangkat ke permukaan. Titik terdangkal dari wreck ini di kedalaman 10 m sedangkan terdalamnya di 20an m. Menurut info,di lokasi ini ada albino salvadore dali sponge. Akan tetapi saat kami semua ( terutama guide dan group leader kami ) tidak bisa menemukan sponge itu.
Penyelaman kedua kami lakukan di Japanese Cargo Shipwreck. Penyelaman disini merupakan penyelaman dalam, karena titik terdangkalnya, yaitu bagian propelernya di kedalaman 29 m. Yup, kapal kargo ini dalam posisi benar – benar terbalik. Setelah berfoto di propeller, group leader ( sekaligus instruktur ) kami memberi tanda untuk mengikuti dia lebih ke dalam. Tiba – tiba, suara hembusan udara dari mouth piece kami tergantikan oleh suara alarm dari dive computer kami masing – masing yang menandakan kami sudah melewati kedalaman maksimal yang kami set di dive comp, plus sudah menghabiskan no decompression time. Begitu saya lirik ke dive comp saya, ternyata kami semua sudah berada di kedalaman 42 m, titik terdalam yang pernah saya selami ( dan ternyata yang kedua terdalam yang instruktur kami pernah selami ). Kurang dari 5 menit kami berada di kedalaman itu sambil dagi dig dug karena saya bawa kamera dengan housing yang tertulis max depth 40 m. Kami menyudahi penyelaman hari itu dengan bertemu dengan sotong ( cuttle fish ), penyu yang sedang tidur di bawah karang dan ornate pipefish pada saat kami melakukan multi level dive dan safety stop. Cukup 2 dive saja hari itu karena kami harus mengejar no fly time sehingga kami aman untuk terbang kembali ke Jakarta esok hari.
Secara keseluruhan, pemandangan bawah air dan permukaan di Gorontalo sangat indah. Khusus untuk pemandangan bawah air, meskipun coralnya indah akan tetapi sedikit membosankan  karena hampir semua dive site di sini mempunyai tipikal yang sama, yaitu wall. Selain itu, tidak ada ikan – ikan besar seperti schooling jack fish, napoleon, barracuda dll yang bisa menambah highlight suatu titik penyelaman.
Akan tetapi, highlight yang utama dari penyelaman bawah air di Gorontalo adalah Salvadore Dali Sponge berbagai bentuk, dari berbentu rose /bunga sampai berbentuk hiu. Tingkat kejernihan air laut disini pun juga sangat baik, berkisar 20 – 30 m tergantung dari cuaca. Tidak akan menyesal untuk pergi menyelam di Gorontalo. Good food, good weather and also good underwater view.




catatan khusus :
Bagi teman-teman yang bukan penyelam, bisa melakukan perjalanan wisata di sekitar kota Gorontalo.
Ada benteng Otanaha, danau Limboto, sampai melakukan wisata kuliner. Obyek wisata di Gorontalo bisa dilihat disini

catatan lagi ( yang gak begitu khusus ) :
- Tulisan ini sudah pernah di upload ke www.indonesiangeographic.com
- Foto - foto lengkap bisa dilihat disini

Tidak ada komentar: