Selasa, 08 November 2011

Dive Story : Pulau Pelangi, Kepulauan Seribu

Setelah hampir  3 bulan tidak pernah melakukan Dive Trip ( perjalanan terakhir adalah mengikuti Reef Check bersama WWF Marine Buddies di akhir Juli ), akhirnya saya bersama teman – teman dari WhatTheFish.org pergi untuk membasahi “insang” kami di Pulau Pelangi, kepulauan Seribu. Yap, 3 bulan sudah membuat “insang” saya kering kerontang, jadi begitu ada tawaran untuk menyelam, langsung saya iyakan saja lah. Saya ditemani oleh istri saya yang saya ajak untuk melakukan discovery dive di sana karena kebetulan dive trip kali ini dilakukan di weekend sehingga saya bisa ajak istri.
Saya berangkat menuju ke Pulau Pelangi dari Pantai Mutiara. Keberangkatan sempat ditunda sampai 1 jam karena masih menunggu 1 orang dari rombongan lain yang terlambat datang. Menggunakan boat yang memakai 3 mesin berkapasitas 250 tenaga kuda, kami disambut oleh laut yang tenang dan cuaca yang cerah begitu boat keluar dari dermaga pantai Mutiara.
Setelah hampir 1,5 jam, akhirnya saya sampai juga di Pulau Pelangi. Begitu kami semua turun dan menuju resepsionis resor, kami langsung disuguhi dengan air kelapa yang cukup menyegarkan kepala karena saking cerahnya, kami juga merasa mataharinya terlalu terik.
Pulau Pelangi adalah sebuah pulau resor seluas 12 ha dengan jarak 60 km dari Pantai Mutiara, Jakarta dan terletak di sebelah timur Pulau Putri. Pulau ini memiliki vegerasi yang rimbun dan pasir putih di sekeliling pantainya. Dari pantainya, kami bisa melihat pulau Putri dan pulau Sepa di sebelah baratnya. Sedangkan pulau Bira terletak di sebelah selatan pulau ini. Di pulau ini, terdapat 9 bungalow tipe Tulip, 12 bungalow tipe Jasmine, 8 Bungalow tipe Bougenville,dan 1 Bungalow tipe Edelweis.
Tanpa mau membuang waktu, kami semua ( 8 orang diver dan 1 orang non diver yaitu istri saya ) langsung pergi ke kamar masing – masing untuk ganti baju dan bersiap untuk penyelaman pertama. Setelah mempersiapkan segala peralatan dan dimasukkan ke boat, kami berangkat menuju ke Pulau Matahari, sekitar 30 menit perjalanan memakai boat kecil ke arah Barat.
Penyelaman pertama dilakukan di dekat dermaga bagian belakang pulau Matahari. Setelah briefing oleh dive master dan “bagi – bagi” buddies, kami langsung turun ke air. Titik penyelaman disini berupa slope yang sedikit terjal yang ketika kami menyelam, visibilitas sekitar sejauh 8 m. Semakin ke dalam ( kedalaman maksimum menyelam saya tercata sedalam 28,9 m ), gugusan coral makin sepi,lebih banyak rubble atau patahan – patahan karang yang berserakan. Gugusan coral yang rapat dan tebal malah terdapat di kedalaman sekitar 5-7 m.
Setelah 61 menit penyelaman yang “ternoda” karena kamera saya yang tiba – tiba habis baterai tepat sesaat dimulainya penyelaman, kami kembali ke pulau Pelangi untuk makan siang terlebih dahulu sebelum melakukan penyelaman kedua yang rencananya memang akan dilakukan dari dermaga pulau Pelangi.
Setelah makan siang, kami mulai menyiapkan “alat perang” kami untuk penyelaman kedua dari dermaga pulau Pelangi. Tanpa mau kejadian di penyelaman pertama terulang, saya ganti baterai kamera saya dulu sebelum menyelam. Setelah turun dan menyelam keluar arah dermaga, visibilitas langsung berkurang drastis, mungkin hanya sekitar maksimum 3 m saja. Baru sekitar 10 menit menyelam, saya dan salah seorang teman saya yang sama – sama gila foto, sudah tertinggal oleh rombongan yang lain. Kami kemudian saling memberi kode agar kami berdua menjadi buddy. Kami berdua hanya berpatokan bahwa reef ada di sebelah kiri kami.
Titik penyelaman di sekitar dermaga pulau pelangi adalah slope dengan lumayan cukup rapat gugusan coralnya dan sedikit dihiasi oleh rubble dan pasir. Beberapa kali saya menemukan coral yang terkena penyakit seperti black-band syndromme disease dan white-band syndromme disease. Meskipun tidak terlalu banyak, ini menunjukkan tingkat kesehatan terumbu karang di sekitar Pulau Pelangi.
Setelah bertemu dengan rombongan yang lain, kami berputar balik menuju ke arah dermaga. Dan lagi – lagi, karena terlalu asik memotret, kami berdua ditinggal oleh rombongan. Tapi, dengan begitu, kami lebih merasa bebas untuk memotret beberapa nudibranch dan kima raksasa seukuran 20 cm di dekat dermaga. Tepat 60 menit kami berdua menyudahi penyelaman.
Penyelaman ketiga merupakan night dive yang juga kami lakukan di dermaga. Setelah menunggu dive master kami memasang lampu beacon sebagai tanda titik awal penyelaman, kami kemudian memulai penyelaman. Sama seperti penyelaman kedua, visibilitas juga tidak terlalu bagus, hanya 3 m.
Memang, penyelaman di malam hari itu menimbulkan sensasi berbeda dengan penyelaman di siang hari. Ada adrenalin yang terpacu karena sekeliling kita yang gelap gulita. Dan tentu saja ada berbagai macam makhluk laut yang muncul yang kita tidak bisa saksikan di siang hari. Pada penyelaman ini, kami dihibur oleh berbagai udang, cacing dan berbagai organisme lain yang tidak saya tahu bentuk dan jenisnya, yang berkumpul di depan senter saya. Sempat pula kami bertemu dengan penyu yang sedang makan tapi segera pergi begitu melihat kami. Penyelaman ini kami lakukan selama 69 menit dan merupakan penyelaman terakhir kami di hari itu.
Esok harinya, setelah sarapan, kami langsung menyiapkan peralatan tempur kami dan menuju ke lokasi kapal karam di dekat pulau Papa Theo. Letak titik penyelaman ini ada di Timur pulau Pelangi sekitar 30 menit perjalanan. Sesampainya di lokasi, kami disambut dengan ombak yang cukup besar. Ini karena lokasi titik penyelaman yang dekat dengan pulau kecil sehingga ombak sudah pecah. Setelah briefing dan sedikit mual – mual terkena goyangan ombak, kami menyelam menuju sebuah kapal karam yang bagian kapal paling dangkalnya di sekitar kedalaman 10 m. Kami sempat dibuat terkejut dengan visibilitas sejauh 15 m di titik ini. Tapi begitu kami mulai menyelam lebih dalam dari 20 m, visibilitas turun hingga 3 m saja.
Di titik ini pula, saya memecahkan rekor penyelaman terdalam saya, yaitu 30,6 m. Memang tidak banyak yang kami bisa lihat di kedalaman itu karena visibilitas yang buruk. Tapi saat kami berenang menuju ke kedalaman 15 m, air kembali jernih dan bisa terlihat, bongkahan kapal dan coral – coral yang sudah terbentuk di bangkai kapal. Tidak banyak ikan – ikan besar yang kami lihat di sini akan tetapi terumbu karang cukup indah. Kami menyudahi penyelaman ini setelah 43 menit dan lagi – lagi masih disambut ombak yang cukup besar di permukaan ketika kami menaiki kapal.
Setelah melakukan surface interval di pulau pelangi, kami kembali menaiki boat untuk menuju ke titik penyelaman lain, yaitu karang Atol yang terletak di sebelah timur pulau Sepa. Visibilitas di titik penyelaman ini cukup baik, yaitu sekitar 7 m, lumayan untuk menikmati pemandangan. Titik penyelaman ini berbentuk dinding yang tidak terlalu dalam dan slope di bagian dasar. Kami menemukan beberapa anemon dan clownfish yang tinggal. Selain itu, saya juga menemukan bahwa beberapa coral sudah terkena bleaching atau pemutihan yang menunjukkan bahwa adanya efek pemanasan global yang terjadi di sini. Selama 55 menit penyelaman, saya cukup banyak memotret di sini.
Penyelaman di karang Atol ini merupakan penyelaman terakhir sebelum kami semua kembali ke Jakarta. Sesampainya di pulau Pelangi dari karang Atol, kami semua merapikan alat tempur kami semua dan kemudian makan siang, mandi dan bersiap untuk kembali ke Jakarta.
Dan lagi – lagi, dari jadwal jam 14.00 keberangkatan menuju ke pantai Mutiara di Jakarta, kembali diundur sekitar 1 jam karena menunggu rombongan sebelah yang belum selesai packing peralatan mereka. Hasilnya, selama perjalanan pulang, kami “dihajar” ombak besar yang membuat beberapa orang dari kami mabuk laut dan sempat muntah. Bahkan, meskipun saya sudah menginjakkan kaki di pantai Mutiara, goyangan ombak masih terasa di kepala saya.



















Inti perjalanan ini menurut saya sangat sederhana, yaitu tidak perlu jauh – jauh kita pergi untuk menyelam jika kita memang tidak banyak waktu luang maupun jatah cuti yang sudah habis. Cukup pergi dan menyelam di area kepulauan Seribu di akhir minggu, kita sudah bisa mengobati ( minimal mengurangi sedikit ) rasa kangen untuk menyelam. Dan yang pasti, lakukan perjalanan ON TIME. Selain karena mengganggu jadwal rombongan lain yang satu kapal dengan kita, juga menghindari terkena “serangan” ombak di waktu sore hari.



notes :
Tulisan dan foto-foto ini terlebih dahulu di unggah ke www.indonesiangeographic.com

Minggu, 21 Agustus 2011

KEBUTUHAN dan KEWAJIBAN



Berawal dari curhat istri saya yang merasa mulai malas untuk sholat ( yang juga saya rasakan berkali - kali ) dan  teringat oleh quotes menarik dari SHOEBOX Project ( @shoeboxproject ) yaitu "berbagi adalah KEBUTUHAN, bukan KEWAJIBAN", berikut saya share pemikiran saya tentang KEBUTUHAN dan KEWAJIBAN yang sudah saya share via akun twitter saya ( @gitadimar ).

@gitadimar : Ssuatu yg dkerjakan krn kebutuhan akan lbh ringan mengerjakanny dibanding jika krn kewajiban.

@gitadimar : masalahny,bgmn kita mrubah paradigma dr KEWAJIBAN mjadi sbuah KEBUTUHAN?

@gitadimar : Dr bbrp sumber yg saya baca&amati,merubah WAJIB mjd BUTUH bs dmulai dgn cara bkata: sy BUTUH hal itu karena....

@gitadimar : contoh: Saya BUTUH aktif d kegiatan sosial krn saya suka mlihat anak2 jalanan tersenyum ketika dbantu.

@gitadimar : Tidak mudah mengisi ptanyaan "BUTUH karena..." itu.Tp utk meringankan rasa tpaksa krn WAJIB itu,kita ttp hrs mcoba.

@gitadimar : Pelan tp pasti,kita akan bisa&mudah mengisi pertanyaan "BUTUH karena.." itu.Hany perlu berlatih&bsabar.

@gitadimar : Konsep ini diambil dr konsep @shoeboxproject : Krn berbagi itu adl KEBUTUHAN,bkn KEWAJIBAN.

@gitadimar : Terima kasih buat @shoeboxproject yg konsepny sdh mbuat saya sdkt banyak merenungkan arti&nilai hidup ini ttg KEBUTUHAN. (8-END)

 Twit ini kemudian di retweet oleh @shoeboxproject admin yang kemudian di komen oleh mas @ibnunajib seperti di bawah ini :

@ibnunajib : @shoeboxproject @gitadimar "butuh" kesannya utilitarian+self centered. Lebih indah jk kebajikan datang dr kesadaran bhw semua 1+terhubung.

Kemudian saya balas untuk kemudian terjadi sebuah diskusi.

@gitadimar : @ibnunajib @shoeboxproject betul mas.tp ketika BUTUH sdh mjadi self centered dr msg2 yg thubung akan mjadi massive (1)?

@gitadimar : @ibnunajib @shoeboxproject Sy mjabarkan konsep BUTUH ini mmg dr sudut pndg individual,yaitu ketika sholat.(2)

@gitadimar : @ibnunajib @shoeboxproject Jika Sholat dlakukan krn kita meras BUTUH & bukan WAJIB, maka kita tdk akan prnh merasa malas.(3)

@gitadimar : @ibnunajib @shoeboxproject Bukanny kita gak mgkn merasa malas utk bernafas meskipun kita WAJIB bernafas? :) (4)

@gitadimar : @ibnunajib @shoeboxproject Ketika KEBUTUHAN bernafas scr individual thubung dr tiap individu maka akan tcipta KEBUTUHAN bersama. (5)

@gitadimar : @ibnunajib @shoeboxproject Ya itu td pjabaran saya mengenai konsep BUTUH yg berawal dr sudut pandang individu.smg berkenan (6-end) 

@ibnunajib : @gitadimar @shoeboxproject tks byk. Banyak jln menuju kebaikan, saya hargai 'Butuh' ini. IMHO, kebaikan+moral tak butuh justifikasi ego. 1

@ibnunajib : @gitadimar @shoeboxproject meski misalnya 'kebutuhan' anda akan kepuasan menolong yg 
lemah sudah 'terpenuhi', menolong ttp baik+benar. 2

@ibnunajib : @gitadimar @shoeboxproject mmg pdkt 'butuh' lbh baik dr 'wajib', tp lebih baik lg yg bebas dr subyektifitas ego. 3

@ibnunajib : @gitadimar @shoeboxproject justifikasi moral anda mirip penekanan pahala+dosa dlm beragama, sgt utilitarian. Tp silahkan, beda itu rahmat:)

@gitadimar : @ibnunajib @shoeboxproject Betul mas. Beda itu Rahmat. Bhinneka Tunggal Ika bukan? :) Terimakasih banyak atas diskusiny.

Yak, mungkin terkesan diskusi ini berhenti begitu saja dan dengan hasil yang nanggung.
Mungkin benar adanya.

Tapi menurut saya, jika diskusi ini diteruskan, mungkin saja malah terjadi perdebatan belaka alias debat kusir, tanpa hasil yang nyata. 

Bagi saya, latar belakang saya yang menyatakan bahwa lebih mudah melakukan sesuatu ketika merasa BUTUH dibandingkan ketika merasa WAJIB adalah dari sholat. Ketika kita BUTUH untuk sholat, maka kita tidak akan merasa berat melaksanakan KEWAJIBAN tersebut.
Hal ini bisa kita terapkan di segala hal dan memang mulainya dari masing - masing individu terlebih dahulu. Jika nantinya KEBUTUHAN individu - individu mulai bergabung, nantinya akan menjadi KEBUTUHAN bersama.

Dari yang saya alami dan lihat, KEBUTUHAN manusia tidak akan pernah ada habisnya karena manusia sangat sulit untuk merasa dan berkata CUKUP.

Semoga kita bukan termasuk golongan orang yang merugi dan kufur terhadap nikmat Allah SWT.

Kamis, 11 Agustus 2011

REEFCHECK : Sebuah usaha konservasi


Pernah dengar kata : Reefcheck ?? Sebagian dari kita ( yang mempunyai kemampuan berbahasa Inggris yang baik ) mungkin langsung mengartikan secara harfiah, yaitu kegiatan survey kondisi  terumbu karang.

Sebenarnya, reefcheck ( Reefcheck Foundation; http://reefcheck.org ) adalah suatu organisasi non profit yang dibentuk oleh Gregor Hodgson pada tahun 1996, dan bergerak di bidang konservasi terumbu karang dan bermarkas di Los Angeles, serta tim sukarelawan yang tersebar di 90 negara dan wilayah. Organisasi ini bertujuan :
-          Mendidik masyarakat umum mengenai krisis terumbu karang
-          Menciptakan sebuah jejaring sukarelawan tim pemantauan global
-          Meniliti secara ilmiah terumbu karang
-          Memfasilitasi kerjasama
-          Merangsang aksi komunitas lokal

Pada tahun 1997, organisasi ini melakukan kegiatan survey terumbu karang secara global untuk pertama kalinya yang mengkonfirmasi secara scientific bahwa kondisi terumbu karang dunia sedang terancam akibat penangkapan ikan berlebihan, penangkapan ikan yang ilegal dan polusi.

Apa saja yang dilakukan ketika melakukan survey terumbu karang?
Survey kondisi terumbu karang dilakukan dengan melakukan survey dan pendataan dari kondisi terumbu karang dan beberapa spesies makhluk hidup ( termasuk karang itu sendiri ), yaitu ikan, invertebrata dan substrat. Yang dimaksud pendataan disini adalah termasuk melakukan penghitungan jumlah dan menentukan jenis spesies.
Spesies ikan yang didata adalah :
-          Kerapu / Grouper ( semua jenis, minimal ukuran 30 cm )
-          Baramundi Cod ( biasa disebut Kerapu Tikus / Bebek )
-          Snapper / Kakap ( semua jenis )
-          Sweetlips ( semua jenis )
-          Butterfly Fish / Kupu-kupu / Kepe-kepe ( semua jenis )
-          Humphead Wrasse / Napoleon Fish
-          Bumphead Parrotfish
-          Parrotfish ( semua jenis, minimal ukuran 20 cm )
-          Mooray Eel
Untuk spesies invertebrata, yang didata adalah :
-          Banded coral shrimp (Stenopus hispidus)
-          Bulu Babi- Diadema (Diadema sp. dan Echinothrix spp.)
-          Bulu Babi Pensil (Heterocentrotus mammilatus)
-          Teripang yang dapat dikonsumsi (Thelenota ananas, Stichopus chloronotus dan Holothuria edulis)
-          Bulu seribu (Acanthaster planci)
-          Kima (Tridacna sp.) (perkiraan ukuran orde 10 cm )
-          Triton (trumpet) (Charonia tritonis)
-          Lobster (Panulirus sp. dan Scyllaridae)
-          Tripneustes atau collector urchin (Tripneustes sp.)

Species ikan dan invertebrata yang dipilih adalah spesies yang sangat berpengaruh pada kesehatan terumbu karang. Selain itu juga species yang sering dijadikan konsumsi manusia seperti Kerapu, Kakap, Lobster, Teripang dan Triton.

Pendataan pada substrat adalah pendataan jenis terumbu karang atau karang mati atau bentukan dasaran laut di lokasi survey, seperti :
-          Hardcoral / Karang Keras, termasuk karang biru, karang api dan karang pipa
-          Softcoral / Karang lunak, termasuk zoanthid
-          Nutrient Indicator Algae, jenis jenis rumput laut
-          Spons
-          Rock / Batu, termasuk karang mati
-          Recently Killed Coral, termasuk karang yang mati tahun lalu. Karang jenis ini masih memiliki kerangka putih menyeluruh atau sebagian dan mungkin ditumbuhi alga( kurang dari 3 cm ).
-          Rubble / Pecahan karang, termasuk karang mati berdiameter  0.5 -15 cm
-          Silt / Lumpur
-          Sand / Pasir
-          Other, termasuk substrat biotik dan abiotik lainnya, seperti hydroid, anemon, gorgonian dan ascidian.

Untuk survey dan pendataan pada dampak terumbu karang, data yang diambil adalah sebagai berikut :
-          Pemutihan Karang / Bleaching
-          Penyakit Karang seperti black-band, white syndrome atau brown-band
-          Sampah, seperti jaring nelayan atau sampah lainnya.
-          Kerusakan karang, bisa kerusakan akibat jangkar kapal, pengeboman atau lainnya.


Dari data – data ini, nanti akan diolah sehingga menghasilkan sebuah data scientific untuk mengetahui kondisi secara umum terumbu karang yang di survey. Contoh hasil pendataan ada di dalam gambar – gambar.


 







 Karena beragamnya species ikan maupun invertebrata dan jenis terumbu karang ( hardcoral maupun softcoral ), memang dibutuhkan pengalaman dan jam terbang dari para sukarelawan reefcheck. Ada beberapa species hardcoral yang susah dibedakan dengan softcoral, sebagai contohnya. Ada pula yang menyamakan antara Angelfish dengan Butterfly fish atau Snapper/Kakap dengan Sweetlips.
Selain pengetahuan tentang perbedaan spesies ( yang lebih mudah didapat dari jam terbang penyelaman maupun mengikuti reefcheck ), ketelitian dan kesabaran juga dibutuhkan dalam melakukan kegiatan ini. Sebagai contoh, dalam melakukan pengambilan data invertebrata, terkadang penyelam harus mengintip ke balik karang dengan posisi kepala di bawah. Posisi – posisi yang sulit ini juga menuntut penyelam, mempunyai kontrol keseimbangan ( buoyancy ) yang baik sehingga tidak merusak karang di sekitarnya.

Sedikit informasi saja, kegiatan penyelaman juga merupakan salah satu penyebab kerusakan karang. Contohnya yaitu kontrol buoyancy yang buruk atau kayuhan fin yang menyebabkan patahnya karang. Bahkan beridiri di atas karang ketika melakukan snorkeling pun dapat menyebabkan matinya organisme pembentuk karang tersebut.

Jadi, mari kita jaga kelestarian terumbu karang. Bagi para penyelam, jangan asal pegang karang dan atur buoyancy sebaik mungkin. Bagi para snorkeler, jangan berdiri di karang ya.
Tahukah kalian, kalau terumbu karang adalah kumpulan organisme tertua di dunia?




 








Sumber tulisan :
-          Materi workshop Reefcheck by Marine Buddies
-          Pengalaman dan pengetahuan penulis mengikuti kegiatan Reefcheck Ujung Kulon pada 21 – 24 Juli 2011 bersama WWF Marine Buddies
-          http://reefcheck.org


notes : 
Tulisan ini sudah pernah dipublish di situs Indonesian Geographic