RAJA AMPAT DIVING TRIP 16 – 22 April 2011
Perjalanan ini bermula dari status seorang teman di Facebook untuk ajakan ke Raja Ampat.
Setelah meminta info biaya, detil perjalanan dan cek schedule kerja, kira2 sebulan sebelum berangkat, saya memutuskan untuk ikut. Huff... semenjak saat itu, mulai dag dig dug dada ini menunggu keberangkatan.
Dan, Sabtu tanggal 16 April, tepat ketika orang2 bermalam minggu di Jakarta, kami ber 7 berkumpul di Terminal 1C untuk terbang menuju Sorong menggunakan maskapai Batavia.
Kami memutuskan untuk check in bersama supaya bagasi bisa dishare. Fyi, tas saya yang isinya 1 set peralatan diving beratnya adalah 30,3 kg, sudah termasuk baju dan beberapa alat fotografi.
Meskipun delay sekitar 45 menit, akhirnya pesawat kita lepas landas juga menuju Indonesia Timur dengan transit di Surabaya dan Makasar.
Transit di Surabaya selama 20 menit dan kita tetap tinggal di dalam pesawat.Baru kemudian di Makasar lah kita bisa turun dari pesawat yang transit selama sekitar 2 jam.
Di makasar, kita sempat cari makan dulu di area bandara karena lapar.
Disinilah kita mulai dekat satu sama lain. Ada yang baru pertama ketemu dan kenalan, ada juga yang sudah lama kenal tapi jarang ketemu dan dtemukan dalam perjalanan ini.
Dan akhirnya sekitar jam setengah 8 WIT, kita mendarat di Bandara Dominus Eduard Osok, Sorong, dengan disambut oleh pelangi yang menhiasi langit dia tas bandara ini.
Setelah mengumpulkan bagasi bawaan, kami diantar menuju hotel Je Meridien ( Je dan bukan Le ) yang letaknya persis di depan Bandara, tempat kami menunggu jadwal keberangkatan feri cepat untukmenyebrang ke Waisai, pusat pemerintahan Kabupaten Raja Ampat.
Jadwal ferinya adalah jam 14.00 WIT. Pada awalnya, kami cuma bikin rusuh di area lobby dengan “ngemper”. Akhirnya, karena tidak tahan, kita sepakat buka 1 kamar, at least untuk mandi, dan sedikit merebahkan tubuh. Itu pun mandi dan tidur bergantian ( tidur mungkin bisa barengan, kalo mandi...errrrr... ) .
Jam 13.30 WIT ,kami diantar ke pelabuhan rakyat Sorong untuk kemudian menyebrang ke Kabupaten Raja Ampat menggunakan kapal cepat Marina Express 6 dan sudah di arrange untuk mendapatkan tempat duduk VIP. Lumayan lah...:D
Perjalanan menuju Waisai di Pulai Waigeo adalah sekitar 2 jam. Meskipun sempat diwarnai oleh AC kapal yang mati hampir sepanjang perjalanan, tapi perjalanan ini kami isi dengan TIDUR!! Kwkwkwkw...Maklumlah, masih ada sisa rasa letih selama perjalanan Jakarta – Sorong.
Sekitar pukul setengah 5, sampailah kita di dermaga Waisai di pulau Waigeo, salah satu pulau besar sekaligus pusat kota Kabupaten Raja Ampat. Sempat berfoto bersama di area dermaga, kemudian kami dibawa menuju hotel yang jaraknya sekitar 3 km dari dermaga.
Hotel yang akan menjadi tempat tinggal kami bernama Hotel Maras Risen, yang artinya Marilah Bersenang-senang dari bahasa Biak. Kami beristirahat sebentar kemudian berjalan2 menuju dermaga pantai WTC ( katanya si pantai Waisai TerCinta ) yang berjarak 500 m ke timur, tempat kami akan dijemput besok untuk melakukan penyelaman.
Akhirnya, kami semua kembali ke kamar masing2 dan tidur dengan rasa penasaran dan dag dig dug menanti esok hari.
Senin, 18 April.
Jam 08.30 WIT, dengan diantarkan menggunakan kijang pikup, kami menuju dermaga pantai WTC. Disana sudah menunggu sebuah speed boat yang akan mengantarkan kita untuk singgah di Pulau Saonek untuk mengambil kekurangan peralatan termasuk tabung2 udara.
Pulau Sainek dtempuh dalam waktu ± 15 menit dari pantai WTC.
Setelah semua peralatan siap, dengan menggunakan 2 buah boat, kami menuju ke arah Barat P. Saonek, yaitu Pulau Mioskon ( Mios = Pulau, Kon = Kelelawar ).
Di sekitar P. Mioskon, boat berhenti dan local dive master kami ( Mas Arif dan Om Cliff ) melakukan briefing. Di lepas pantai pulau ini, adalah tempat Welcoming Dive kami sekaligus adaptasi awal..
Kami dibagi menjadi 2 grup sesuai nama boat yang membawa kami, yaitu Pegasus ( mas Arif, Ronald Soefajin, Amanda Tania, Edi Purnomo, Ami Fauzia ) dan Inanai2 ( Om Cliff, saya, Deny Wibisana, Vinaa Maartina, Sarah Chitra dan ditemani manager Raja Ampat Dive Resort pak Agus ).
Berada 1 jam di Pulau Mioskon untuk surface interval, kami kemudian melanjutkan ke dive spot kedua, yaitu Blue Magic.
Lokasi Blue Magic tidak terlalu jauh dari P. Mioskon, sekitar 20 menit. Karena letaknya yang di selat dan arus juga sedang naik, kami diminta untuk melakukan negative entry ( istilah gampangnya, begitu masuk air, langsung menyelam ) supaya dive spotnya tidak terlewatkan.
Untuk lebih memudahkan negative entry, akhirnya saya ( yang menggunakan weight belt 6 kg ) melepas underwater strobe supaya kamera bisa saya bawa ketika water entry. Jadi, alat pinjeman ini pun aman. Hehehehee....
Di dive spot ini, hampir sama dengan dive spot di Mioskon, akan tetapi lebih banyak terdapat payung hard coral dan ikan. Saya menemukan Clown fish ( nick name Nemo ), yang sedang menjaga sarangnya di Anemon.
Awalnya, kami masih fun dan menikmati keindahan bawah airnya, sampai mulai terasa arus semakin kuat dan kadang kita harus melawan arus yang mengakibatkan udara cepat menipis. Setelah kurang lebih 33 menit menyelam dengan nafas yang ngos ngosan dan kedalaman 16,8 m, kami muncul di permukaan setelah melakukan safety stop di 3 m selama 5 menit sambil terbawa arus.
Sebelumnya, kru boat sudah membeli seekor ikan tenggiri besar sebagai tambahan makan siang kami. Sesampainya di P. Mioskon, kami langsung makan siang dengan ikan tenggiri bakar yang fresh from the sea. Bahkan tanpa bumbu, ikan ini manis sekali.
Selesai makan dan istirahat sejenak, kami melanjutkan ke dive spot terakhir untuk hari ini, yaitu Free Wen Bonda. Pada spot ini, karena arus yang kuat, kami melakukan teknik water entry yang sama pada saat di Blue Magic, yaitu negative entry untuk kemudian dilanjutkan Drift Dive, yaitu penyelaman mengikuti arah arus.
Free Wen Bonda adalah dive spot berbentuk reef wall tegak lurus sehingga ketika melakukan penyelaman di sore hari, di dalam air akan terkesan gelap.
Kembali, saya merasakan sedikit kegugupan karena harus melakukan drift dive pertama saya dan seperti juga saat di Blue Magic, saya tidak membawa underwater strobe dan cukup kamera saja.
Saat penyelaman, dengan sedikit terengah2 untuk melakukan negative entry dan menjaga kecepatan akibat terseret arus ( belum lagi menjaga buoyancy ), akhirnya saya bisa melihat salah satu pemandangan dan vegetasi yang juga membuat Raja Ampat terkenal, yaitu Giant Sea Fan yang arah kipasnya selalu tegak lurus dengan arah arus. Tidak banyak ikan di spot ini, tapi saya sempat melihat sekumpulan Barracuda berenang menentang arus.
Penyelaman di spot ini beerlangsung sekitar 32 menit dengan kedalaman maksimum 18,6 m.
Setelah penyelaman, kami kemudian diantar menuju pantai WTC, untuk kemudian kembali ke hotel.
Setelah mandi, kemudian kami keluar hotel untuk berjalan2. Berhubung ketika perjalanan dari pantai WTC menuju hotel setelah penyelaman kami melihat warung pangsit mie, jadinya kami ber 7 ( 1 orang istirahat di kamar ) segera menyerbu warung itu yang cum aberjarak 200 m dari hotel. Kami anggap makan mie itu adalah predinner. Mungkin efek dari 3x penyelaman dari sehari, yaitu nafsu makan membesar. Hehehe...
Setelah dari warung pangsit mie itu dan berjalan sekitar 1 blok, kami kembali ke hotel untuk kemudian langsung makan malam. Hehehehe...makan dan makan.
Selesai makan, kami langsung tertidur pulas, entah itu karena kekenyangan atau terlalu capek.
Selasa 19 April
Kami bangun dan bersiap lebih pagi, karena pagi ini, kami akan menuju Manta Sandy Point untuk bertemu “alien” lokal yaitu Manta Ray, ikan pari jenis terbesar. Selain itu, kami juga mendapat tambahan teman yaitu 5 orang dokter PTT yang berasal dari Jakarta dan Manado, yang sudah menyelesaikan masa PTTnya di Raja Ampat. Mereka akan melakukan snorkeling di area Manta Sandy.
Manta Sandy point terletak sekitar 1 jam perjalanan dari Pulau Saonek k arah Barat Daya dari Waisai, dekat dengan Pulau Arborek, salah satu desa wisata di Kabupaten Raja Ampat.
Letak Manta Sandy point berdekatan dengan sebuah pulau pasir / gosong dengan pasir yang berwarna putih terang.
Kami menyelam ke kedalaman 17m dan duduk di dasar yang berupa hamparan pasir dan sedikit hard coral sambil menikmati tarian – tarian dari Manta Ray.
Manta ray yang kami lihat mungkin ada sekitar 10 ekor ato lebih. Yang membuat kami terpukau, munculnya 2 ekor Black Manta dan diikuti oleh ikan-ikan kecil berwarna kuning. Jika Manta Ray yang kami tahu mempunyai 2 warna, yaitu hitam di bagian atas dan putih di bagian bawah, Black Manta mempunyai warna dominan hitam, baik bagian atas maupun bawahny.
Menurut local dive master kami, Manta Ray berkumpul di tempat ini karena tempat ini merupakan Cleaning Point mereka, yaitu tempat mereka “dibersihkan” oleh ikan- ikan kecil.
Sekitar 64 menit kami menyelam menikmati Manta yang “terbang” di sekitar kami. Sedikit membosankan memang, karena kami hanya duduk dan tidak disarankan untuk ikut berenang mengejar Manta tersebut. Tapi, setidakny buat saya, ini adalah pengalaman baru.
Setelah berfoto-foto di pulau pasir / gosong di sekitar Manta Sandy point, kami bergerak ke pulau Arborek untuk beristirahat surface interval sebelum dive kedua. Di pulau ini, seperti biasa, kami berfoto – foto ria dan disuguhi kelapa muda, dan lagi2 fresh from the tree, kelapa yang baru dipetik.
Setelah beristirahat kurang lebih 1 jam, kami kemudian bersiap untuk menyelam di sekitaran Dermaga Arborek.
Ketika kami bersiap menaiki boat, kami sempat berpapasan dengan mbak Riyani Djangkaru ( presenter Jejak Petualang dan Editor on Chief Divemag Indo ) dan mas Muljadi Pinneng ( underwater Photographer ) yang juga akan melakukan surface interval di Arborek.
Setelah selesai underwater navigation, kami berenang menuju ke bagian bawah dermaga arborek. Menurut teman – teman, kami melewati Giant Clamp / Kima Raksasa yang saya sendiri tidak melihatnya.
Dibagian bawah dermaga arborek ini, kami melihat ribuan ikan selar. Selain itu, soft coral yang menempel di kaki penopang dermaga juga indah.
Kami sempat berfoto – foto di sini, bahkan saya dan Ronald, sempat ke permukaan untuk kemudian turun lagi untuk mengambil beberapa gambar. Saya sendiri menganggap bahwa bagian bawah dermaga Arborek ini adalah underwater photo studio.
Kami menghabiskan waktu 48 menit dan maksimum kedalaman 16 m di dive spot ini.
Setelah makan siang dan beristirahat di dermaga Arborek, kami melanjutkan perjalanan ke Mike’s point, salah satu dive spot pertama di Raja Ampat. Pada saat kami akan menyelam, arus sudah sangat kuat, bahkan boat yang kami naiki bisa terseret arus jauh dalam waktu yang singkat.
Dive master kami menyarankan agar kami kembali melakukan negative entry dengan patokan karang ada di sebelah kiri. Saya terpaksa tidak membawa kamera karena hal ini.
Setelah water entry di posisi up current, kami terseret arus di kedalaman 2 meter sebelum drop-off dimana kami harus langsung berenang menukik kebawah. Sempat ada insiden dimana tidak berapa lama setelah water entry, fin saya lepas. Jadi, sambil terseret arus, saya berusaha mengambil fin dibantu oleh Sarah dan Deny untuk kemudia memasang kembali. Kejadian ini cukup menguras udara yang ada di tangki karena adrenaline begitu terpacu.
Untungnya, begitu fin sudah terpasang, kami memang harus turun ke drop off untuk menghidari arus yang kuat. Sayangnya, mungkin karena kami sempat panik, kami salah ambil arah. Sharusnya begitu sampai drop-off berenang ke kiri, kami malah berenang ke kanan baru kemudian ke kiri setelah terlindung arus.
Di tempat ini, kami melihat pemandangan yang sangat breath-taking. Menyelam sepanjang dinding yang gelap, penuh dengan soft coral dan giant sea fan. Dan sempat juga terjadi beberapa kali insiden kecil, yaitu octopus Sarah sempat membelit di BCD saya 2x dan membelit BCD Deny juga 2x.
Pada awalnya, kami dituntun oleh dive master kami ( om Cliff ) untuk kembali menuju dive spot yang diinginkan, tapi langsung terhadang oleh arus yang kuat. Berhubung sisa udara di saya tinggal 50 bar, akhirnya om Cliff menuntun kami untuk mengikuti slope yang keatas sambil melakukan safety stop di kedalaman 8 meter selama 8 menit. Disitu, kami hanya bisa berpegangan di karang karena arus yang sangat kuat. Saya sempat menolong Sarah dan Vina yang sudah tidak kuat lagi berpegangan di karang. Tapi saya juga sempat melihat di sekitar area itu ( di kedalaman 8 m ), pemandangannya indah. Penuh dengan hard dan soft coral, plus cahaya matahari yang menembus hingga dasar.
Setelah om Cliff memberi tanda untuk melepaskan pegangan dan naik ke kedalaman 5 m untuk safety stop kembali, kami semua melepaskan pegangan. Kali ini saya berpasangan dengan Vinaa karena posisi saya yang berdekatan.
Setelah melepaskan pegangan dari karang, dan memegang Vina, kami terseret arus menjauhi slope dan hamparan karang. Di bawah kami hanya biru gelap. Tiba2, saya merasa harus melakukan berkali-kali equalising. Saya coba cek depth gauge dan ternyata saya sudah ada di kedalaman 15 meter lagi. Saya beri kode Vina agar mengayuh fin agar ke atas, tetapi Vina malah memberi kode bahwa dia ada masalah equalising. Saya coba mengayuh lebih keras lagi, tapi kami masih terseret ke bawah.
Akhirnya, saya tekan inflator bebearpa kali untuk mengisi BCD dengan udara yang juga saya lakukan pada BCD Vina. Setelah itu, barulah kami mulai bisa naik ke permukaan. Akan tetapi, kami berdua sepertinya muncul terlalu cepat karena inflate BCD, sehingga kami tidak sempat melakukan safety stop di 5 m karena sudah ada di permukaan.
Setelah berada di boat, kami semua langsung merasa pusing yang kemungkinan akibat naik terlalu cepat dan tidak melakukan safety stop di 5 m.
Menurut cerita dari om Cliff, arus seperti ini masih belum seberapa. Dan tadi kami memang terkena arus yang berputar, makanya sempat terseret ke bawah. Bahkan gelembung udara pun bisa terseret ke bawah lagi.
Kemudian kami menuju ke Pulau Saonek, untuk melakukan Night Dive di sekitar dermaga. Night dive ini juga merupakan salah satu teori yang harus kami praktikkan ketika mengambil lisensi advance, selain Deep Dive, Drift Dive dan Underwater Navigation.
Dalam penyelaman selama 40 menit dan kedalaman maksimum 15 m, kami menemukan beberapa fauna yang jarang kita temukan di siang hari, seperti Sting Ray ( ukuranny cukup besar, mungkin diameter sekitar 80 cm ), Penyu yang lagi tidur, dan suasana yang membuat adrenaline kita terpompa, yaitu : kegelapan. Selain itu, kami juga bermain dengan plankton dengan cara mengarahkan arah lampu senter ke arah badan, kemudian mengaduk air di depan kita. Nanti akan sekejap terlihat titik titik cahaya warna warni.
Setelah penyelaman terakhir ini, kami semua pulang ke hotel untuk makan malam, dan kemudian langsung tewas tertidur.
Rabu 20 April
Hari ini adalah hari terakhir kami dalam rangkaian penyelaman di Raja Ampat.
Dive spot pertama kami hari ini adalah Sardine Points, dimana letaknya berdekatan dengan Pulau Mioskon, sekitar 30 menit. Dalam perjalanan, kami disambut oleh lautan yang tenang seperti cermin. Menurut pengalaman saya bekerja di laut dulu, setelah kondisi seperti ini, biasanya angin akan datang dan ombak semakin besar. Tapi, saya tidak berpikiran seburuk itu.
Setelah melakukan safety stop, kami muncul ke permukaan dan disambut oleh ombak yang cukup besar. Perkiraan saya sebelum penyelaman bahwa akan datang badai dan ombak ternyata benar.
Akhirnya, setelah kami semua berada di boat, kami bergerak perlahan sambil diguncang ombak menuju Koh Island untuk beristirahat dan surface interval.
Setelah beristirahat kurang lebih 1,5 jam dan melihat kondisi laut yang sudah kembali tenang, kami kembali berangkat untuk menuju Cape Kri, tepat di depan Koh Island.
Dan seperti biasa, mengingat kami akan drift dive di dive spot ini, teknik water entry yang digunakan adalah ( lagi – lagi ) negative entry. Kali ini, pertimbangan untuk tidak membawa kamera adalah karena matahari tertutup awan. Di awal penyelaman, hanya pemandangan biru gelap yang kami lihat sampai kami mendekat dasar slope. Semenjak itu, pemandangannya pun berubah drastis, penuh ikan dan warna warni. Soft dan hard coral, giant sea fan.Sempat pula kami melihat Green Humphead Parrot Fish yang berenang sendirian, Black tip shark (http://en.wikipedia.org/wiki/Blacktip_reef_shark ), barracuda dan sekumpulan GT ( Giant Trevally atau ikan Kwe ) yang masih berukuran kecil. Selain itu, berbagai jenis ikan karang juga dapat kami jumpai disini.
Setelah selesai makan siang dan berfoto ria, kami berangkat lagi ke dive spot terakhir, yaitu Koh Island sendiri. Dive spot ini posisinya tepat di belakang Koh Island, berbentuk drop off ato slope yang nyaris vertical. Di dive spot ini, kami lebih banyak bertemu ikan – ikan karang warna warni, soft dan hard coral, karang berbentuk payung dan beberapa giant sea fan. Pemandangan bawah airny juga termasuk yang breath-taking.
Saya juga sempat terkena stinging hydroid ( http://en.wikipedia.org/wiki/Hydroid) dan terseret oleh arus putar meskipun sempat berpegangan ke karang. Di spot ini, kami menyelam di kedalaman maksimal 23,7 m selama 40 menit.
Setelah selesai menyelam di dive spot ini, kami diantar menuju Pulau Saonek untuk membongkar peralatan menyelam pribadi kami. Kami juga sempatkan untuk berfoto bersama dengan local dive master beserta kru kapalnya sebagai kenang-kenangan kami. Setelah kami di antar menuju Pantai WTC, kami tidak langsung kembali ke hotel, tapi makan pangsit mie karena kami semua kelaparan. Maklumlah, efek menyelam J . Setelah itu, kami kembali ke hotel untuk beristirahat karena esoknya, kami akan melihat Cendrawasih liar.
Kamis 21 April
Kami bangun di hari bahkan sebelum matahari muncul dari peraduan.
Kami akan menuju kampung Saunggrai untuk melakukan birdwatching. Kampung ini ditempuh dengan perjalanan menggunakan boat selama 40 menit.
Kami akan menuju kampung Saunggrai untuk melakukan birdwatching. Kampung ini ditempuh dengan perjalanan menggunakan boat selama 40 menit.
Sesampainya di Kampung Saunggrai, kami kemudian berjalan sekitar 20 menit dipandu oleh pak Yance, kepala konservasi di kampung ini menuju lokasi bird watching.
Sesampainya di lokasi, kami duduk dalam hening, menanti kedatangan burung asli Papua dan salah satu burung paradise, Cendrawasih.
Di dermaga kampung Saunggrai ini, kami sempat memberi makan ikan langsung melalui tangan. Ikan laut ini diberi makan adonan tepung. Sempat kami melihat parrot fish pun ikut memakan umpan ini.
Setelah mengambil beberapa foto di sekitar dermaga Saunggrai ini, kami pun berangkat kembali menuju hotel di Waisai.
Sesampai di hotel, kami langsung packing dan bersiap kembali menyebrang ke Sorong.
Jadwal keberangkatan kami ke Sorong dari Waisai adalah jam 14.00 dan menggunakan MV Marina Express.
Setelah perjalanan 2 jam dari Waisai, akhirnya kami sampai juga di Pelabuhan Rakyat Sorong.
Kemudian kami diantar menuju hotel Je Meridien, tempat kami menginap semalam sebelum kembali ke Jakarta.
Di Malam terakhir di Sorong itu, kami sempat membeli oleh2 berupa batik Papua dan beberapa barang lain di Toko Batik Papua yang letaknya sekitar 300 m dari hotel. Kemudian kami pergi ke Tembok, daerah tempat warung tenda seafood untuk makan malam dengan naik angkutan umum. Setelah makan malam selesai, kami mencarter angkutan umum dan kembali ke hotel.
Jumat 22 April
Jam 9 pagi, kami sudah check out hotel, kecuali Tania yang jadwal pesawatnya di jam 13.00 menggunakan Merpati. Sementara, jadwal pesawat kita adalaj 9.20 menggunakan Lion Air.
Setelah berpamitan dengan Tania di hotel, kami langsung menuju bandara Dominus Eduard Osok.
Setelah kurang lebih delay selama 20an menit, kami bisa terbang menuju Manado dimana kami akan transit selama kurang lebih 2,5 jam.
Setelah mendarat di Manado dari penerbangan melelahkan selama 2 jam, kami langsung charter mobil untuk membawa kami makan siang di Oikano Cafe&sports. Selain itu, transit di Manado dipergunakan beberapa teman untuk mengambil pesanan Klapertaart dan membeli Panada.
Sekitar jam 14.30, kami terbang kembali menuju Makasar dan kemudian dilanjutkan kembali menuju Jakarta. Kami sampai di Jakarta sekitar pukul 19.15, dan setelah kami mengumpulkan semua bagasi, kami berpamitan dan membawa pulang kenangan di Raja Ampat ke rumah masing2.
In Memory
Sebagai penutup cerita, saya yakin, bahwa pengalaman dan kenangan kami dalam perjalanan ini akan selalu berbekas di hati masing- masing dari kami.
Mengutip dari Dave Barry :
And that's the wonderful thing about family travel: it provides you with experiences that will remain locked forever in the scar tissue of your mind.
Here we are, sekelompok manusia muda, yang menjadi sebuah keluarga akibat sebuah perjalanan.
Bagi saya, perjalanan ke Raja Ampat ini adalah sebagai batu loncatan untuk menjelajahi alam bawah air Indonesia yang luar biasa indah.
The whole object of travel is not to set foot on foreign land; it is at last to set foot on one's own country as a foreign land. ~G.K. Chesterton
Terima kasih Amanda Tania, Ami Fauzia, Sarah Chitra, Vinaa Maartina, Deny Wibisana, Edy Purnomo, Deny Wibisana dan “pak Guru” Ronald Soefajin atas perjalanan “indah” ini.
notes :
foto-foto diambil dari koleksi Edy Purnomo, Ronald Soefajin dan saya sendiri.
foto - foto lengkap dapat dilihat di sini.